Oleh Syam Terrajana

Istilah konservasi dalam pengetahuan seni lukis masih dianggap bidang kerja yang mahal di Indonesia, karena infrastruktur seni rupa Indonesia yang masih tertinggal oleh negara-negara maju – salah satunya adalah ketiadaan museum seni rupa sebagai institusi publik yang di dalamnya terdapat unit kerja konservasi karya seni di bawah seorang kurator seni. Konservasi seni rupa, khususnya seni lukis belum menjadi perhatian publik di Indonesia hingga ini, stake holder seni rupa Indonesia lebih mengenal istilah praktik restorasi karya seni dua dimensi yang bertujuan untuk memperbaiki lukisan yang rusak akibat penyimpanan karya yang kurang baik. Konservasi boleh dibilang merupakan payung besar yang membawahi bidang restorasi. Konservasi menyangkut aktivitas mencegah dan meminimalisir rusaknya sebuah karya seni. Seorang konservator lukisan masih jadi profesi langka di Indonesia. Padahal banyak karya seni dari para maestro seni di tanah air – tak hanya patut dibanggakan – tapi butuh untuk dijaga kualitas materialnya.



FOTO: Syam Terrajana.



FOTO: Syam Terrajana.
Terkait hal itu, Project 11, sebuah lembaga asal Australia yang fokus mendukung seniman dan pertukaran seni kontemporer di Asia, bekerja sama dengan Yayasan Rumah Melanie di Indonesia, menyelenggarakan program residensi “Art Conservation Project 2018”. Program ini memilih Eliza O’Donnell, seorang konservator dan peneliti seni. Eliza adalah mahasiswi program Doctoral di Grimwade Centre for Cultural Materials Conservation, Melbourne University. Eliza menempuh pendidikan khusus konservasi lukisan. Penelitiannya fokus pada otentifikasi, pasar seni dan benda-benda budaya di Indonesia. Dia juga pernah menangani koleksi budaya negara-negara di kawasan Asia Pasifik.
RuangDalam Art house, sebuah ruang seni alternatif berbasis di Yogyakarta, terpilih menjadi fasilitator dalam program ini. Ruang pamer ini “disulap” beberapa saat menjadi semacam laboratorium mini yang tujuan program memperbaiki karya seni lukis yang mulai dimakan usia. Selama tiga bulan, 5 Maret – 19 Mei 2018, Eliza turut membagi pengetahuannya kepada para seniman, mahasiswa seni, pengelola galeri seni. Eliza memilih lukisan berjudul “Landscaping My Brain”, karya Entang Wiharso, dijadikan objek utama konservasi. Lukisan cat minyak tiga panel berukuran 600 x 97 cm itu dibuat pada 2001 silam, mengalami beberapa kerusakan ringan, berjamur dan berdebu. Lukisan ini merupakan satu dari ribuan koleksi benda seni milik Yayasan Melani, milik dr. Melani Setiawan, seorang pecinta dan kolektor karya seni. Perlakuan konservasi kali ini menggunakan prinsip intervensi minimal pada bagian-bagian yang rusak, untuk menjaga otentisitas karya.


Konservator lukisan memiliki tugas penting; menjaga benda seni warisan kebudayaan suatu bangsa, agar dapat dinikmati, diapresiasi dan dipelajari kembali oleh generasi berikutnya. Ars longa,Vita brevis. Hidup itu singkat, seni abadi.(*)
