Sampah merupakan persoalan semua pihak, bukan lagi urusan orang per orang ataupun satu pihak saja. Persoalan sampah inilah yang kemudian diangkat oleh Ridwan Manantik dalam pameran tunggalnya “Aku Sampah” di Gedung Balai Budaya, Jakarta.
Pameran yang berlangsung hingga 9 Februari 2020 ini menampilkan sejumlah karya yang memvisualisasikan sampah, baik sampah plastik (sampah lingkungan) maupun sampah media sosial (sampah pemikiran).
“Seluruh karya yang disajikan ini merupakan refleksi atas persoalan sampah yang kita hadapi saat ini, baik sampah itu sendiri maupun sampah pikiran. Kehidupan sehari-hari kita dipenuhi sampah, ini saatnya kita bersama-sama memikirkan ulang soal sampah,” ucapnya ketika pembukan pameran, Minggu (02/02/2020).
Bagi Ridwan Manantik, seniman tidak hanya berurusan dengan estetika saja melainkan punya peran sosial, terutama soal lingkungan hidup. Seniman juga mesti mengambil peran dalam lingkungan sosialnya.
“Sedari kecil saya sudah akrab dengan sampah, bergaul erat dengan pemulung. Sekarang pun kami mengelola bank sampah di Parungpanjang, Bogor,” ungkap Ridwan Manantik.
Baginya, persoalan sampah merupakan masalah bersama yang harus diselesaikan bersama pula.
Pameran tunggal kali ini, Ridwan Manantik menyajikan 10 karya lukis di atas kanvas, dan sebuah instalasi sampah. Karya-karya yang menonjol antara lain Mulut Sampah (2020) yang memvisualkan ikon-ikon sampah yang ada dalam pikiran manusia saat ini. Kemudian Lautan Sampah (2020), karya sepanjang 5 meter, yang mengurai dampak sampah di bumi. Serta, instalasi sampah (2020) sebagai upaya membangun estetika sampah.
“Persoalan sampah dapat didekati dengan jalan seni, salah satu cara mengurangi dampak sampah dengan edukasi publik. Kami berharap pengunjung dapat membaca nilai yang termuat dalam karya rupa ini, kemudian mampu diaplikasikan dalam kehidupan sosial,” pungkasnya.
Pameran “Aku Sampah” yang dibuka oleh aktivis sosial Dik Doank ini berlangsung selama seminggu. Pada penghujung pameran diselenggarakan diskusi soal sampah. []