Cuci Jalan, Ritual Mengusir Roh Jahat di Singkawang Festival Imlek dan Cap Go Meh 2020

Menjelang puncak perayaan Imlek, kota Singkawang sudah dipenuhi dengan ratusan tatung yang hilir-mudik, keluar masuk dari satu kelenteng ke kelenteng lainnya. Situasi kota jadi chaos! Seru dan mendebarkan!

Sejak matahari mulai menampakkan sinarnya, suara loku (gendang), lonceng, gong, dan simbal terdengar di berbagai penjuru kota. Suara yang terus menerus ini bersumber dari pekhong, cetya, bahkan rumah. Inilah tanda para tatung siap melakukan ritual “Cuci Jalan”. Ritual ini bukan seperti namanya, jalan dicuci pake air dan deterjen. Tetapi para tatung berkeliling kota dengan segenap pasukan melakukan persembahan dan memanjatkan doa.

Sementara pengurus Vihara atau Pe Khong (Thai Pak Kung) juga cetya (Pe Khong kecil), membawa patung dewa menggunakan kendaraan dan ada juga yang dipikul, berkeliling kota. Mereka semua mendatangi vihara dan melintas perkampungan hingga ke dalam gang.

Pelaksanaannya dilakukan sehari menjelang puncak perayaan Cap Go Meh. Kita dikejutkan dengan “serangan” Tatung dari berbagai penjuru Singkawang.

Biasanya setelah melakukan “cuci jalan” di kawasan sendiri, para tatung bergerak menuju pusat kota. Mereka menaiki truk terbuka sambil terus membunyikan loku. Jika Anda, seorang traveler yang menyukai pengalaman baru dan mendebarkan, bisa ikut naik ke atas truk keliling kota. Tapi kalau panas ya kepanasan, kalau hujan ya kehujanan. Plus bau keringat, kemenyan, dan dupa berbaur menjadi citarasa pengalaman tersendiri.

Pada saat “cuci jalan” benda-benda tajam yang dibungkus kertas dibuka. Tentunya bukan kertas sembarangan. Kertas yang sebelumnya telah melewati proses mantra sehingga diharapkan saat bersentuhan dengan benda tajam, tatung tidak terluka.

Bila pada hari ke-15 Imlek yaitu Cap Go Meh, Tatung akan berkumpul di suatu tempat kemudian bergerak melintasi jalan utama kota yang telah ditentukan. Artinya ratusan tatung akan bergerak teratur layaknya sebuah festival sesuai aba-aba dari panitia, namun saat ritual “cuci jalan” mereka bergerak secara seporadis.

Pada saat perayaan Cap Go Meh, tatung tidak berdoa lagi di vihara, fokus memperlihatkan “kesaktian” kepada khalayak.  Semua tatung bergerak bagai pasukan perang. Suasana tampak lebih riuh. Dan mereka semua dalam kondisi kerasukan roh halus atau dewa sehingga penampilan mereka pun tampak seperti dalam kisah atau film bertema kerajaan atau dewa.

Puncak perayaan terlihat lebih ekstrim. Tatung memperlihatkan kemampuan secara maksimal. Mereka, kalau boleh diandaikan, seperti mercon atau kembang api yang meledak menimbulkan ketakjuban. Mereka duduk di atas benda-benda tajam seperti pedang dan paku. Pipi juga telinga ditusuk dengan besi. Tidak sedikit pula menggesek-gesekkan pedang ke tubuh.

Ritual “cuci jalan” yang menghubungkan antara satu vihara dengan vihara lainnya diharapkan bisa menjadi kekuatan yang mampu mengusir roh jahat di Singkawang. Proses ini pada esok harinya, yaitu saat Cap Go Meh, semakin membesar.

 

About Frino Bariarcianur

Lulusan Jurnalistik Universitas Islam Bandung, menekuni dunia jurnalistik dan seni. Pernah menerbitkan buku fotografi berjudul Demi Waktu " Potret Tionghoa Singkawang (2005), dan membuat channel youtube : mysingkawang dan artspace indonesia.

View all posts by Frino Bariarcianur →

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *